Total Tayangan Halaman

Senin, 16 Juni 2014

I Want To See You

Writer by : Michio ( sena )

Prolog

1Heldhaftig, Vastberaden, Barmhartig  kata slogan yang terdapat di sebuah Negara yang terdapat  di provinsi Holland Utara. Taman Vondelpark, keadaan tengah petang dan Rii berjalan mengelilingi taman yang berada dekat dengan ibu kota belanda, Amsterdam. Nama kota ini berasal dari kata Amstelredamme. yang merupakan asal usul kota ini, yaitu sebuah bendungan di sungai Amstel. Dulunya dihuni sebagai desa nelayan kecil pada akhir abad ke-12, Amsterdam menjadi salah satu pelabuhan terpenting di dunia selama Masa Keemasan Belanda, akibat pengembangan perdagangan yang inovatif. Pada waktu itu, kota ini merupakan pusat keuangan dan permata terdepan sehingga banyak orang yang berlalu lalang melewati kota itu, termasuk melewati sebuah taman bernama VONDELPARK, taman tersebut ramai sekali pengunjungnya.

Herfst. Tahun 2013, 21 september

Tepat pada hari ini, dedaunan di seluruh kota berguguran. Udara dingin datang dan ini adalah waktu bagi para burung berimigrasi ke Asia atau Africa untuk menghindari musim dingin namun tidak untuk beberapa jenis burung seperti Kraai, Merpati dan Meeuw. Beralih pada sisi lain di sebuah taman, terdapat seorang gadis duduk terdiam menyendiri di 2ligbed dengan ingatannya yang menghilang ketika kecelakaan usianya 19 tahun, dan ia tersadar ketika usianya mendekati 21 tahun. Yang ia ingat hingga saat ini hanyalah nama panggilannya, beserta seluruh kenangan yang ia lalui bersama ibu dan ayahnya saja. Namun ia merasa ada sesuatu yang hilang dari dirinya.

Kini usianya hampir menginjak 29 tahun dengan tinggi badan 172 cm,  dengan jenis rambut glossy tresses dan mengenakan pakaian simple yang disertai boot heels kulit yang melekat di kakinya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1berani, tegar, dan penyayang, 2Kursi Panjang
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Rii pov.

“Rii? Are you okay?” suara itu benar – benar lembut, pikirku
Aku hanya duduk terdiam di sudut ligbed, aku tak berniat menoleh pada sosok tersebut, tak lama aku pun langsung menundukkan kepalaku.

Yup meski orang yang menyapaku bukanlah orang baik, ataupun orang jahat. Namun diriku tak mau mempedulikannya, Aku selalu beranggapan bahwa semua orang hanyalah penipu besar yang berpura pura baik, dan orang seperti itu pandai berbohong dengan wajah polosnya, karna aku merasa seperti di bohongi orang lain semenjak ingatanku ada yang hilang.

“Hey Rii?” Suara itu kembali menyebut namaku, kali ini aku ingin melempari wajahnya dengan daun yang berguguran dan mengusirnya. Sesaat aku tertegun menatap wajahnya, imut! benar – benar polos dengan mata berwarna hijau muda  dengan lensa kontak berwarna biru pada mata kanannya.

“Rii?” ucap suara itu sekali lagi sambil melambai - lambaikan tangannya dihadapanku, sontak aku langsung menundukkan kepalaku kembali.

 “Rii apa kau bersikap seperti itu pada setiap orang yang menyapamu? Menurutku itu sungguh kasar. Kau tau itu bukan?” ucap suara lembut itu dengan sedikit mengelus poniku.

“A…nu… a…ku… cum..a bingung?” ucapku terbata, dan perkataannya tidak mirip membalas malah seperti bertanya.

“Bingung kenapa ha?” ucap lelaki itu. aku bingung mengapa suaranya amat teduh, dan lembut? Tadinya kukira ia adalah seorang gadis.

“Uhmm… what’s name?” ucap Rii singkat.

“Legazi Ricko.” Ucapnya, singkat.

“Okay… I will call you Leaz. How you can know my name?” ucap Rii.

“No…” Ucap Legazi, namun aku langsung memotong pembicaraanya sebelum Leaz sempat menyelesaikan kalimat selanjutnya “Haa?? Why??” ppfftt “Hey wait… listen me… I’m just wanna say No problem, I accept if u wanna call me Leaz. I’m not finish my word, you just cut that” protes Leaz.

“Uhmm sorry…” Ucapku, karna menyesali ucapanku yang ternyata hanyalah sebuah praduga meleset.
“Yeah, tak apa Rii” ucap Leaz singkat.

10 menit berlalu tanpa terasa, Legazi pun mulai angkat bicara kembali.

“Rii, kau bertanya bagaimana aku dapat mengetahui namamu?” tanya Leaz perlahan, mungkin ia ingin membuatku penasaran? “Yup! Kalau itu maksudnya aku sungguh penasaran,” gerutuku dalam hati

“Yeah! I wanna know that!!” Ucapku sambil mengacungkan telunjukku kehadapannya.

__....... Leaz berkata seperlunya bahwa aku harus mencari tahunya sendiri, bagaimana Leaz bisa mengetahui diriku?

Petang berakhir, udara pun makin ekstrim. Tepat pada pukul 19:12 aku masih terdiam dengan kepalaku yang terbaring di atas pangkuannya. Kali ini aku tak sendiri namun di temani oleh Leaz. “3immers hij is erg knap Ahhhh!!! Waarom denk ik als dit ??” gumamku dalam hati.

“Rii… 4We gaan naar huis.” Ucap Leaz singkat, sambil menopang tubuhku untuk membantuku berdiri, dari pangkuannya.

Aku hanya menuruti keinginan Leaz, entah mengapa aku merasa seperti terhipnotis saat menatap wajah Leaz, putih. bermata hijau dan lensa kontak biru di bagian kanan mata dengan bekas luka gores pada dagunya. Leaz menuntun Rii

hingga ia berada tepat di sebuah 5luxe huizen. Rumah dengan 2 lantai, beserta perabotnya, memiliki 3 kamar, 1 kolam berenang, dengan taman berukuran 40 x 50 m2 pada bagian depan rumah.

“Leaz bagaimana kau mengetahui rumahku??” ucapku, sambil mendorong tubuh tinggi itu, kira – kira tingginya 190 cm – an.

“Sudahlah…  sana masuk. Aku harus pulang.” Ucap Leaz, dan berlalu meninggalkanku di depan pintu masuk.

Aku segera berlari menerobos masuk pintu rumahku, dan langsung masuk ke kamar. Aku hanya terdiam saat berbaring di atas kasur, sambil memikirkan “6hoe hij kon weten mijn?” aku beralih ke kamar mandi dan membasuh wajahku, tak lama aku merasa mataku semakin terasa berat, hingga tanpa disadari diriku tengah terlelap di atas sofa.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah kupikir, ternyata dia tampanu juga. Ahhhh!!! Mengapa aku berfikir seperti itu? 4Kita Harus pulang, 5Rumah Mewah  6Bagaimana dia bisa tahu?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

***

Herfst. Tahun 2013, 22 september

Burung Kraai berkicau mewarnai hari di pepohonan, tanda bahwa musim gugur belum berlalu. aku masih terlelap menikmati mimpi bersama seorang anak lelaki. Namun wajahnya tak dapat kulihat dengan jelas.
“Prank!!” kaca jendela kamarku pecah, terkena hantaman bola dari seorang anak lelaki berusia 11 tahun. Aku terbangun, menatap mengamati jendela kamarku yang telah pecah karna hantaman bola kaki.

 “7Het spijt me Miss.” Ucap anak itu, di depan pintu kepada pelayan rumahku yang tengah memarahi anak itu. Aku berlari menuruni tangga, melihat pelayanku tengah memarahi seorang anak lelaki. Aku berteriak “8ophouden!!!” dengan tergesa, aku meraih lengan anak lelaki itu dan keluar dari rumahnya.

Sesampainya didepan gerbang rumahku aku kembali berteriak “9Ik zal een frisse wind bring.”

 “10spijt, jonge vrouw.” Ucap anak itu padaku, Aku menatapnya lembut, membelai pipi anak itu tanpa menjawabnya. Anak itu terus mengikuti langkahku.

11Waar gaan we?” ucap anak itu.

Aku hanya diam dan terus berjalan. Anak itu sepertinya kebingungan harus bagaimana? “Apa aku harus pulang?” Pikir anak itu. Aku berdiri terdiam menatap langit di sebuah taman yang cukup luas, seusai puas menatap langit aku menunjuk ke arah gerbang dengan bertuliskan nama taman itu, VONDELPARK. Anak itu berlari mendekatinya

12mis je doet?” Ucap anak itu

13Niet, Ik wilde alleen maar vragen u staren naar de.” Ucapku dengan senang hati, sambil membelai wajah anak itu.

14mooi.” Ucap anak itu singkat. Dan membalas senyum Rii

Setelah kurang lebih 3 jam berada di taman VONDELPARK, Rii menggendong anak lelaki itu dan membawanya kembali ke rumahnya. Anak itu berterimakasih padanya, dan berlari keluar dan menghilang dari pandangannya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
7Maafkan aku nyonya 8Berhenti 9Kemanapun angin akan membawa.10Maafkan aku nona muda 11Kita mau kemana? 12Apa kau ingin menghukumku? 13Aku hanya ingin mengajakmu menatap langit 14Indah.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

***

Petang telah tiba, aku merasa benar – benar letih.“I want take a bath, for now!” ucapku, di depan kaca.
Seusai membersihkan tubuh, aku berbaring di atas kasurku.

“Hoaaaam…” aku menguap, tanda bahwa aku mulai merasa kantuk menyerang. Namun aku tak ingin rasa kantuk ini membuatku tertidur, aku sebaiknya pergi ke puncak gunung di temani dengan langit gelap bertabur bintang.

Rii menatap langit sejenak, kemudian berkutat dengan ponselnya dan memutar sebuah lagu

I love this place
But it's haunted without you
My tired heart
Is beating so slow

Our hearts sing less than
We wanted, we wanted
Our hearts sing 'cause
We do not know, we do not know

To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know

You can catch me
Don't you run, don't you run
If you live another day
In this happy little house
The fire's here to stay

To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know

Please don't make a fuss, it won't go away
The wonder of it all
The wonder that I made
I am here to stay

I am here to stay
Stay

Usai alunan lagu, Rii sedikit mengingat ingatannya yang telah lama menghilang. Ia kini mengetahui nama lengkapnya Riiolaka Iris bertanggal lahir; 22 september 1984, karna memang sekitar 10 tahun yang lalu Rii mengalami sebuah kecelakaan hebat hingga membuatnya kehilangan kenangan bersama seseorang yang ia lalui saat itu, saat itu rambutnya sedikit bergelombang dan hampir separuh dari tinggi badannya. Kini umurnya tengah menginjak usia 29 tahun, berstatus belum menikah, rambut sebahu berwarna coklat kehitaman, mata yang menyerupai sebuah batu diamond bening dengan tinggi sekitar 172 cm-an.

***

FLASH BACK---

Herfst. Tahun 1991, 23 september

Tepat satu hari setelah Rii merayakan hari lahirnya di dunia ini

Aku berlari kecil meninggalkan rumahku dan setelah sampai di gerbang rumahku aku memperlambat gerak jalanku berusaha lebih santai, wajar saja Rii meninggalkan rumahnya, karna merasa sangat tidak nyaman ketika kedua orang tuanya bertanya,

“Rii? Kok temen kamu yang datang di hari ulang tahunmu hanya teman masa kecilmu?” selidik mama.

Aku tercekat ketika mendengar itu dan tak berfikir panjang. Aku langsung berhambur melewati pintu rumah.
“aku merasa ini seperti mimpi, aku hanya mengingat bahwa aku baru lahir di dunia ini. Namun dunia berkata lain. Saat ini aku telah menginjak usia 17 tahun bersama teman setiaku, Legazi Ricko. Aku sadar selama ini aku tidak memiliki teman akrab selain Legazi.” Ia hanya menggerutu di dalam hati dan memutar otak, bagaimana agar banyak teman yang akrab denganku? Jujur saja, Rii adalah seorang gadis pendiam. Karna sifatnya yang terlalu pemalu dan sulit berkata – kata untuk membuka sebuah pembicaraan. Rii sedari tadi menggerutu dan menggerutu hingga akhirnya ia tak sadar telah memijakkan kakinya di perempatan jalan raya yang terdapat di dekat rumahnya.

“Rii… awas!!!” teriak suara seorang lelaki, dengan suara keras  namun tetap terasa lembut, yah dia adalah Leaz. Leaz berusaha meraih tanganku, dan hup tubuhku jatuh di pelukannya. Waktu terasa terhenti ketika Rii menatap matanya yang bulat berwarna emas. Seketika aku shock, merasakan bibirnya berpagut di bibirku dengan lembut.

“Lega!!! It’s not true…” Rii melepas bibirnya yang terpagut dengan Lega

“What’s wrong Rii?” ucap Lega, dengan raut wajah  kecewa

“Tentu saja ada yang salah!!! Kau mengecup dan merenggut ciuman pertama ku!!!” ucap Rii, dengan emosi.

“Ta…pi…” belum sampai ia menjelaskan, namun Rii telah meninggalkannnya di tepi jalan.

Apa aku terlalu kejam telah meninggalkannya? Apa aku jahat? Ya mungkin  saja aku kejam dan jahat. Padahal ia yang telah menyelamatkan nyawaku setiap aku butuh pertolongannya pasti ia selalu menolongku? Apa aku menyukainya? Ahhkkk!!! Tidak mungkin!!! Dia adalah sahabatku sejak aku berusia lima tahun, mungkin aku hanya menganggapnya sebagai saudaraku. Gerutu Rii sepanjang jalan, hingga tiba di rumahnya.

“Rii!!! Aku ingin bicara!!!” teriak Lega, tepat di pelataran rumah Rii.

“Tidak!!! Aku ingin sendiri!!!” teriakku tak mau kalah.

“Baiklah kalau itu maumu!’ ucap Lega, tak lama siluetnya menghilang perlahan dari pelataran rumah Rii
Ketika itu Rii memanggilnya dengan sebutan Lega, bukan seperti saat dirininya memanggil Legazi Ricko dengan sebutan Leaz.

***

 Winter Tahun 1993, 28 februari

Aku berdiri di sudut pelataran taman VONDELPARK tepatnya di dekat ligbed berteduhkan pohon pinus yang tak berdaun, berusia puluhan tahun.

Langit mulai menghitam, hujan salju perlahan mulai mengguyur seluruh taman bersamaan dengan tubuhku yang sedang berjalan berusaha menerobos hujan salju.

“Detik tak dapat kuputar kembali, agar ciuman pertamaku kembali darinya.” Aku memiliki sebuah pengharapan kepada-Nya. Tak lama setelah menyatakan pengharapanku, aku melanjutkan perjalan menyusuri jalan raya dengan menerobos hujan salju. Aku tak dapat melihat dengan jelas karna salju, sekejab tubuhku tertabrak sebuah kereta kuda dan terlempar jauh ke arah hutan.

Legazi pov.

“Rii!!!” aku berteriak sekuat tenaga mencari orang yang kucintai, namun hasilnya nihil. Tak ada tanda – tanda dari dirinya.

“Padahal aku sudah mencarinya. Mulai dari rumahnya, toko eskrim, taman VONDELPARK, sampai ke puncak gunung dekat rumahnya pun sudah ku jelajahi. Tapi kenapa? Kenapa? Dirinya tak kunjung terlihat.” Gumamku dalam hati.

Daun – daun dari pepohonan tak lagi menunjukkan hijaunya, namun aku tetap mencari dia. Berharap dapat menemukannya, aku mulai berlari menyusuri jalan raya yang mengarah ke pusat kota.

“Rii!!!” Jeritku, berlari dengan sekuat tenaga. Berharap bahwa orang yang terbaring lemas di dekat gundukan salju. Namun diri-Nya berkata lain. Rii lah yang terbaring lemas disana.
Aku mengangkat tubuhnya yang terbaring, hingga sampai di sebuah rumah sakit di pusat kota.

***

“Dok!!! Tolong teman saya dok!!!” ucapku penuh lirih.

“Baik dik.” Ucap dokter itu singkat.

Aku tau Rii alergi dengan bau obat – obat. Setiap kali dirinya mencium bau obat kimia jenis apapun, maka dengan mudah dirinya akan tertidur hingga berjam – jam, bahkan berhari – hari.

“Namun aku juga tak bisa membiarkannya meninggal akibat benturan keras yang menyebabkan pendarahan di bagian belakang kepalanya, lebih baik dia kehilangan ingatannya di bandingkan dirinya harus meninggal.” Gumamku dalam hati.

Aku meninggalkannya di ruang UGD bersama dengan orang berpakaian serba putih, dan pergi ke kantin rumah sakit, dan memesan semangkuk sup hangat untuk memulihkan suhu tubuhku.

2 jam aku menunggunya disini, namun dirinya tak kunjung siuman.

10 jam aku masih berusaha bertahan disebelahnya. Hingga kedua orang tuaku memaki diriku.
Akhirnya aku memutuskan untuk segera pulang. Karna orang tuaku.

***

Winter Tahun 1993, 06 Maret

Sejak kecelakaan itu, setiap hari aku selalu mengunjunginya. Hingga hari ini tepat pukul 16:27.

“Rii… Aku datang!” ucapku, dengan nada riang.

Aku melihatnya tengah siuman, dan terduduk di atas kasur pasien sambil mengenakan masker tebal untuk menutupi indra penciumannya.

“Syukurlah Rii… kau sudah siuman.” Ucapku, dan segera berusaha mendekat dan memeluknya.

“Hey! Siapa kamu, beraninya kau menyentuhku!” ucapnya, seperti tak mengenal diriku lagi.
Aku baru sadar ketika aku mengucapkan sebuah permintaan agar dirinya tetap hidup meski ia kehilangan ingatannya. Oh tuhan!!! Kenapa kau benar – benar melakukan ini.

***

Back Herfst. Tahun 2013, 22 september

 “Yah!!! Aku mulai sedikit mengingat ikatan antara aku dan Leaz, oh bukan!!! Tapi Lega. Lalu apa yang terjadi? Mengapa aku hanya mengingatnya sebagian kecil dari dirinya? Dan mengapa aku tak dapat mengingat semua kejadian antara aku dengan dirinya?” gerutu Rii yang masih terdiam di puncak gunung yang terdapat di dekat rumahnya

Bulir air mulai terjatuh dari matanya, dadanya serasa sesak tak tertahan. Ia rasakan kepalanya seperti hampir mau pecah.

“Legaaaaa!!!” jerit Rii, dengan penuh pilu. Matanya mulai terasa berat, Brukk!!! Ia pingsan. Tubuhnya tersungkur di bebatuan puncak gunung.

***

Legazi pov.

Perasaan apa ini? Aku merasa Rii sedang kesakitan. Ada apa ini? Aku tak tahu apa yang terjadi, aku seperti merasa di panggil dari gunung?

“Baiklah aku akan ke puncak gunung, dimana saat dulu Rii dan aku menghabiskan waktu bersama ketika aku dan dia merasa bimbang dan kacau.” Gerutu Lega.

***

Aku terdiam menatapnya tergeletak di bebatuan puncak gunung, dekat dengan jurang terjal disebelahnya.
Tak lama setelah aku terdiam kurang lebih 20 menit disisi sebelum sampai di puncak gunung, aku berlari dan menggapai tubuhnya.

“Rii!!! Bangun Rii!!!” ucapku, setengah berteriak.

“Rii!!!” pekikku, penuh pilu.

Ku guncang – guncang tubuhnya karna kalut, tak tau harus berbuat apa. Aku mengguncangnya berkali – kali perlahan, lama – lama makin kuat. Sekitar 43 menit telah berlalu, aku melihat jemarinya bergerak, aku menghentikan guncanganku.

“Rii…” ucapku, memeluk erat tubuhnya.

“Rii, apa kau baik – baik saja?” ucapku lagi
Matanya perlahan mulai terbuka, Tak sadar air mataku pun terjatuh di atas pelipisnya.

“A… ku… ngga apa - apa kok Leaz, uhmm… maksudku Lega.” Ucap Rii, sambil memegangi pelipisnya karna terasa basah dan sedikit pusing.

“Apa??? Apa kau mengingatku kembali?” ucapku, disertai air mata dan senyuman tipis karna terharu.

“Yah… namun aku hanya bisa mengingat sebagian kecil dari dirimu.” Ucapnya, sambil berusaha duduk di atas bebatuan.

“Tak apa Rii… aku sudah senang meskipun kau hanya mengingat sebagian kecil dari diriku.” Ucapku sambil menahan air mataku.

“Ayo… kita pulang, udara malam hari tak bagus untukmu Rii.” Ucapku. Sambil menggendongnya menuruni jalan setapak yang terdapat di areal gunung itu.

“Iya, Lega terimakasih.” Ucapnya singkat

***

Aku hanya menyebrang dengan perlahan tanpa memperhatikan jalan raya yang sedang ramai lalu lalang kendaraan, Tiiiiin!!! Tiiiin!!! Tiiin!!! Suara mobil mengklakson, namun aku tak mendengarnya.
Braaak!!! Setelah itu aku tak ingat apa pun. Namun aku merasa banyak cairan yang mengalir dari sekujur tubuhku. Dengan tanganku yang masih menggenggam tubuh seorang gadis, bernama Riiolaka Iris. Hanya itu yang ku ingat.

***

Riiolaka Iris pov.

Mungkin aku tak akan bertahan lama, karna sebenarnya aku memiliki alergi obat – obatan dari rumah sakit. Namun aku tak dapat menyatakan apa yang ingin kukatakan. Semua tubuhku serasa terbius tak dapat kugerakkan.

“Suster!!! Cepat kita tangani anak ini!!!” ucap dokter.

“Baik dok!”

Dengan sigap seluruh perawat dan dokter yang menanganiku berusaha untuk menghentikan pendarahan yang bersarang di bagian pelipisku. Sekitar 2 jam telah terlewati, namun tanda – tanda kehidupan tak kunjung datang dari tubuhku yang lemah ini.

Apa yang terjadi? Lega dimana? Aku tak dapat membuka mataku, aku hanya bisa mendengar keributan dari luar kepalaku.

ECG (electro cardio graph) sebuah mesin yang digunakan sebagai pengukur detak jantung Tiiiiiiiiit!!! Tiiiiiitt!!! Menandakan bahwa aku telah tiada. Meski aku dinyatakan telah tiada, aku masih bisa meneteskan air mata dari jasadku. Arwahku seperti tersangkut di jasadku.

“Dok!!! Dia telah tiada, namun dia mengeluarkan air mata?” ucap seorang perawat.

“Apa? Tidak mungkin! Sepertinya kamu hanya berhayal.” Ucap dokter itu, dan berlalu meninggalkan ruang VIP yang merawat tubuhku.

Aku seperti hidup, namun seperti meninggal pula. Aku benar – benar bingung, tapi yang kutahu saat ini aku tak merasa lapar sedikit pun.

***

Legazi Ricko pov.

Kepalaku terasa seperti hancur berkeping – keeping. Aku menatap ke sekelilingku. Apa ini rumah sakit? Biasanya banyak bau obat, atau semacamnya. Namun mengapa aku tak dapat mencium bau apapun.

Aku melihat tubuhku tertidur lemas di atas kasur pasien. Apa? Bagaimana bisa? Dengan segenap kepercayaan bahwa ini hanyalah mimpi, aku memejamkan mata dan memukul wajahku dengan sekuat tenaga. Namun seperti mati rasa saja, aku tak dapat merasakan sakit, semuanya sia – sia.

“Mungkin ini hanya mimpi,” pikirku.

Ketika ingin kucoba menyentuh tubuhku, aku tak dapat menggapainya tubuhku terasa menjauh dariku. Aku berlari sekuat tenaga dan akhirnya aku menggapainya.

“Sia – sia saja kau menyentuh tubuhmu!!!” ucap anak kecil dari ujung lorong.

“Kenapa sia – sia?” ucapku terheran.

“tentu saja, karna kau sudah tiada.” Ucap anak itu.

“Aku tak percaya itu!!!” ucapku parau.

“silahkan kau coba!” ucap anak itu, menantang.

Wushh… Wushhh semua sia – sia ternyata anak itu benar, aku ingin menyentuhnya namun tak dapat kusentuh, malah melewatinya. Apa pun yang kusentuh hanya terlewati begitu saja.

“Hey!! Cepat tolong kekasihmu!!” ucap anak itu.

“Haa? Kekasihku? Siapa?” ucapku, kebingungan.

Tentu saja, Rii!!! Pikirku. Mungkin anak ini mengira bahwa Rii adalah kekasihku. Aku berlari melewati pintu. Aku terpanah ketika menembus pintu ruang UGD, aku menatap diriku lekat – lekat, tak percaya dengan yang terjadi.

“Dimana kamu Rii?” Tanyaku, pada diri sendiri.

Jelas saja aku bertanya pada diri sendiri, karna mungkin semua orang tak dapat mendengarku.

“Hey dia di sebelah ruanganmu.” Ucap anak itu, sambil menunjuk ruangan VIP di sebelah ruanganku.
Aku berlari dan menembus pintu itu, kutatap tubuhnya terbaring lemas seperti diriku.

“Rii sadarlah!!!, aku ingin melihatmu hidup!!!” ucapku.

Tiiiiiit, suara itu terdengar dari ECG miliknya. Berarti dia meninggal! Pikirku.

“Rii kumohon sadarlah!!! Dimanapun kau berada aku akan senang jika melihatmu. Jujur aku sesungguhnya mencintaimu.” Ucapku, dengan rasa pilu. Aku ingin menangis namun tak bisa!!! Aku ingin memeluknya pun tak bisa!!! Apa yang harus kulakukan?

“Tenanglah!!! Kau hanya perlu mengecup keningnya, dan ia akan selamat dari pernyataan meninggal.” Ucap anak itu

Aku gapai tubuhnya sekali lagi, tersentuh! Segera kupeluk tubuhnya. Dan kukecup keningnya dengan lembut.
Tit, tit. Kini bukan suara panjang lagi yang memekakan telinga, namun suara tanda detak jantungnya yang kembali berdetak.

***

Riioka Iris pov.

Aku masih terbaring lemas di atas kasur pasien, namun kali ini aku dapat membuka mataku secara perlahan.
“Dok!!! Dia terbangun!!! Ya dok dia terbangun lagi.” Ucap seorang perawat.
“Apa? Tidak mungkin!!! Itu mustahil!!!” ucap dokter itu.
“Tapi ini nyata dok, lihatlah. Matanya terbuka.” Ucap perawat yang lain.
“Astaga, ini benar – benar keajaiban!” ucap dokter itu dengan senang hati.

***

Setelah 2 hari berlalu, aku dinyatakan pulih sepenuhnya, aku perhatikan seluruh ruangan dan kudapati sosok Lega.

“Lega? Kamu baik – baik saja?” ucapku, sedikit tenang.

“Tidak Rii… aku telah tiada.” Ucapnya, hampir seperti berbisik.

“Ahk!!! Ngga mungkin, buktinya kamu di sebelah aku Lega!” ucapku, setengah berteriak.

“Kamu tak percaya? Peganglah tanganku.” Ucapnya singkat. Aku berusaha memegang telapak tangannya, namun aku hanya melewatinya tanpa tersentuh sedikitpun.

“Apa yang terjadi?” ucapku, terisak.

“Kita mengalami kecelakaan dan aku lah yang meninggal, sedangkan kau selamat. Namun aku bahagia jika kau selamat.” Ucapnya, meyakinkanku.

“Tapi kenapa harus seperti ini?” ucapku, dengan isakan tangis.

“Tak apa Rii, lanjutkan hidupmu. Lupakan tentang diriku.” Ucapnya.

“Ngga!!! Ngga!!! Ngga mungkin!!!” ucapku parau.

Seluruh orang berpakaian putih mengitariku dan membius tubuhku, hingga aku tak sadarkan diri sepenuhnya.

***
Epilog

Author pov.

Setelah 7 hari berlalu.

“Ny.Rii ini adalah makam dari Tn. Lega.” Ucap seorang penjaga makam.

“Terimakasih, pak.” Ucap Rii singkat

Rii hanya meratapi segala yang terjadi. ia menyesali semuanya. Ia menyesal karna dirinya tak pernah menerima cinta Lega, ketika dirinya telah tiada Rii baru sadar bahwa ia benar – benar menyangi, dan mencintainya. Namun waktu tak dapat diputar kembali. Inilah yang terjadi, ketika ia tak mampu percaya bahwa dia telah tiada di dunia ini lagi.

“Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” jeritku memenuhi seluruh makam.
Dan seketika aku tertidur di sebelah nisannya.

“Cukup Rii, kau tak perlu menyesali apapun yang telah terjadi.” Sebuah suara terdengar dari cahaya dan mulai mendekati Rii

“Aku tahu kau pasti datang Lega, aku ingin kau kembali!” Ucap Rii, disertai isak tangis.

“Sudahlah, ikhlaskan aku pergi.” Ucap cahaya itu.

“Baiklah, aku akan mencobanya.” Ucap Rii.

Setelah kejadian itu, Rii tak pernah berkunjung ke pemakaman umum dimana Lega telah di semayamkan. Kini Rii hanya menangis disela hari harinya, ketika ia mengingat Lega yang selalu ada di setiap waktu, ketika ia benar – benar membutuhkannya.


Saat ini semuanya hanyalah seperti mimpi, namun hidup Rii harus tetap berjalan meski pilu yang di rasanya amat sakit.