Writer by : Michio ( sena )
Prolog
1Heldhaftig,
Vastberaden, Barmhartig kata slogan yang terdapat di sebuah Negara
yang terdapat di provinsi Holland Utara.
Taman Vondelpark, keadaan tengah petang dan Rii berjalan
mengelilingi taman yang berada dekat dengan ibu kota belanda, Amsterdam. Nama kota ini
berasal dari kata Amstelredamme. yang merupakan asal usul kota ini,
yaitu sebuah bendungan di sungai Amstel. Dulunya
dihuni sebagai desa nelayan kecil pada akhir abad ke-12, Amsterdam menjadi
salah satu pelabuhan terpenting di dunia selama Masa Keemasan Belanda, akibat
pengembangan perdagangan yang inovatif. Pada waktu itu, kota ini merupakan
pusat keuangan dan permata terdepan sehingga
banyak
orang yang berlalu lalang melewati kota itu, termasuk melewati sebuah taman
bernama VONDELPARK, taman tersebut ramai sekali pengunjungnya.
Herfst. Tahun 2013, 21 september
Tepat
pada hari ini, dedaunan di seluruh kota berguguran. Udara dingin datang dan ini
adalah waktu bagi para burung berimigrasi ke Asia atau Africa untuk menghindari
musim dingin namun tidak untuk beberapa jenis burung seperti Kraai, Merpati dan Meeuw. Beralih pada sisi lain di sebuah taman, terdapat seorang
gadis duduk terdiam menyendiri di 2ligbed dengan ingatannya yang menghilang ketika kecelakaan usianya
19 tahun, dan ia tersadar ketika usianya mendekati 21 tahun. Yang ia ingat
hingga saat ini hanyalah nama panggilannya, beserta seluruh kenangan yang ia
lalui bersama ibu dan ayahnya saja. Namun ia merasa ada sesuatu yang hilang
dari dirinya.
Kini
usianya hampir menginjak 29 tahun dengan tinggi badan 172 cm, dengan jenis rambut glossy tresses dan mengenakan
pakaian simple yang disertai boot heels kulit yang melekat di kakinya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1berani, tegar, dan penyayang, 2Kursi
Panjang
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rii
pov.
“Rii? Are you okay?”
suara itu benar – benar lembut, pikirku
Aku
hanya duduk terdiam di sudut ligbed, aku
tak berniat menoleh pada sosok tersebut, tak lama aku pun langsung menundukkan
kepalaku.
Yup
meski orang yang menyapaku bukanlah orang baik, ataupun orang jahat. Namun
diriku tak mau mempedulikannya, Aku selalu beranggapan bahwa semua orang
hanyalah penipu besar yang berpura pura baik, dan orang seperti itu pandai
berbohong dengan wajah polosnya, karna aku merasa seperti di bohongi orang lain
semenjak ingatanku ada yang hilang.
“Hey
Rii?” Suara itu kembali menyebut namaku, kali ini aku ingin melempari wajahnya
dengan daun yang berguguran dan mengusirnya. Sesaat aku tertegun menatap
wajahnya, imut! benar – benar polos dengan mata berwarna hijau muda dengan lensa kontak berwarna biru pada mata
kanannya.
“Rii?”
ucap suara itu sekali lagi sambil melambai - lambaikan tangannya dihadapanku,
sontak aku langsung menundukkan kepalaku kembali.
“Rii apa kau bersikap seperti itu pada setiap
orang yang menyapamu? Menurutku itu sungguh kasar. Kau tau itu bukan?” ucap
suara lembut itu dengan sedikit mengelus poniku.
“A…nu…
a…ku… cum..a bingung?” ucapku terbata, dan perkataannya tidak mirip membalas
malah seperti bertanya.
“Bingung
kenapa ha?” ucap lelaki itu. aku bingung mengapa suaranya amat teduh, dan
lembut? Tadinya kukira ia adalah seorang gadis.
“Uhmm…
what’s name?” ucap Rii singkat.
“Legazi
Ricko.” Ucapnya, singkat.
“Okay…
I will call you Leaz. How you can know my name?” ucap Rii.
“No…”
Ucap Legazi, namun aku langsung memotong pembicaraanya sebelum Leaz sempat
menyelesaikan kalimat selanjutnya “Haa?? Why??” ppfftt “Hey wait… listen me…
I’m just wanna say No problem, I accept if u wanna call me Leaz. I’m not finish
my word, you just cut that” protes Leaz.
“Uhmm
sorry…” Ucapku, karna menyesali ucapanku yang ternyata hanyalah sebuah praduga
meleset.
“Yeah,
tak apa Rii” ucap Leaz singkat.
10
menit berlalu tanpa terasa, Legazi pun mulai angkat bicara kembali.
“Rii,
kau bertanya bagaimana aku dapat mengetahui namamu?” tanya Leaz perlahan,
mungkin ia ingin membuatku penasaran? “Yup! Kalau itu maksudnya aku sungguh
penasaran,” gerutuku dalam hati
“Yeah!
I wanna know that!!” Ucapku sambil mengacungkan telunjukku kehadapannya.
__.......
Leaz berkata seperlunya bahwa aku harus mencari tahunya sendiri, bagaimana Leaz
bisa mengetahui diriku?
Petang
berakhir, udara pun makin ekstrim. Tepat pada pukul 19:12 aku masih terdiam
dengan kepalaku yang terbaring di atas pangkuannya. Kali ini aku tak sendiri
namun di temani oleh Leaz. “3immers
hij is erg knap Ahhhh!!! Waarom denk
ik als dit ??” gumamku dalam hati.
“Rii…
4We gaan naar huis.” Ucap
Leaz singkat, sambil menopang tubuhku untuk membantuku berdiri, dari
pangkuannya.
Aku
hanya menuruti keinginan Leaz, entah mengapa aku merasa seperti terhipnotis
saat menatap wajah Leaz, putih. bermata hijau dan lensa kontak biru di bagian
kanan mata dengan bekas luka gores pada dagunya. Leaz menuntun Rii
hingga
ia berada tepat di sebuah 5luxe
huizen. Rumah dengan 2 lantai, beserta perabotnya, memiliki 3 kamar, 1
kolam berenang, dengan taman berukuran 40 x 50 m2 pada bagian depan
rumah.
“Leaz
bagaimana kau mengetahui rumahku??” ucapku, sambil mendorong tubuh tinggi itu,
kira – kira tingginya 190 cm – an.
“Sudahlah… sana masuk. Aku harus pulang.” Ucap Leaz, dan
berlalu meninggalkanku di depan pintu masuk.
Aku
segera berlari menerobos masuk pintu rumahku, dan langsung masuk ke kamar. Aku
hanya terdiam saat berbaring di atas kasur, sambil memikirkan “6hoe hij kon weten mijn?” aku beralih ke
kamar mandi dan membasuh wajahku, tak lama aku merasa mataku semakin terasa
berat, hingga tanpa disadari diriku tengah terlelap di atas sofa.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
3 Setelah kupikir, ternyata dia tampanu juga. Ahhhh!!! Mengapa aku berfikir seperti itu? 4Kita Harus pulang, 5Rumah Mewah 6Bagaimana dia bisa tahu?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
***
Herfst. Tahun 2013, 22 september
Burung
Kraai berkicau mewarnai hari di pepohonan,
tanda bahwa musim gugur belum berlalu. aku masih terlelap menikmati mimpi
bersama seorang anak lelaki. Namun wajahnya tak dapat kulihat dengan jelas.
“Prank!!”
kaca jendela kamarku pecah, terkena hantaman bola dari seorang anak lelaki
berusia 11 tahun. Aku terbangun, menatap mengamati jendela kamarku yang telah
pecah karna hantaman bola kaki.
“7Het spijt me Miss.” Ucap anak itu, di depan pintu kepada pelayan
rumahku yang tengah memarahi anak itu. Aku
berlari menuruni tangga, melihat pelayanku tengah memarahi seorang anak lelaki.
Aku berteriak “8ophouden!!!”
dengan tergesa, aku meraih lengan anak lelaki itu dan keluar dari rumahnya.
Sesampainya
didepan gerbang rumahku aku kembali berteriak “9Ik zal een frisse wind bring.”
“10spijt, jonge vrouw.” Ucap anak itu padaku, Aku
menatapnya lembut, membelai pipi anak itu tanpa menjawabnya. Anak itu terus
mengikuti langkahku.
“11Waar gaan we?” ucap anak itu.
Aku
hanya diam dan terus berjalan. Anak itu sepertinya kebingungan harus bagaimana?
“Apa aku harus pulang?” Pikir anak itu. Aku berdiri terdiam menatap langit di
sebuah taman yang cukup luas, seusai puas menatap langit aku menunjuk ke arah
gerbang dengan bertuliskan nama taman itu, VONDELPARK.
Anak itu berlari mendekatinya
“12mis je doet?” Ucap anak itu
“13Niet, Ik wilde alleen maar vragen u staren naar de.” Ucapku dengan senang
hati, sambil membelai wajah anak itu.
“14mooi.” Ucap anak itu singkat. Dan
membalas senyum Rii
Setelah
kurang lebih 3 jam berada di taman VONDELPARK,
Rii menggendong anak lelaki itu dan membawanya kembali ke rumahnya. Anak itu
berterimakasih padanya, dan berlari keluar dan menghilang dari pandangannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
7Maafkan aku nyonya 8Berhenti 9Kemanapun angin akan membawa.10Maafkan aku nona muda 11Kita mau kemana? 12Apa kau ingin menghukumku? 13Aku hanya ingin mengajakmu menatap langit 14Indah.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
***
Petang
telah tiba, aku merasa benar – benar letih.“I
want take a bath, for now!” ucapku, di depan kaca.
Seusai
membersihkan tubuh, aku berbaring di atas kasurku.
“Hoaaaam…”
aku menguap, tanda bahwa aku mulai merasa kantuk menyerang. Namun aku tak ingin
rasa kantuk ini membuatku tertidur, aku sebaiknya pergi ke puncak gunung di
temani dengan langit gelap bertabur bintang.
Rii
menatap langit sejenak, kemudian berkutat dengan ponselnya dan memutar sebuah
lagu
I love this place
But it's haunted without you
My tired heart
Is beating so slow
Our hearts sing less than
We wanted, we wanted
Our hearts sing 'cause
We do not know, we do not know
To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know
You can catch me
Don't you run, don't you run
If you live another day
In this happy little house
The fire's here to stay
To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know
Please don't make a fuss, it won't go away
The wonder of it all
The wonder that I made
I am here to stay
I am here to stay
Stay
But it's haunted without you
My tired heart
Is beating so slow
Our hearts sing less than
We wanted, we wanted
Our hearts sing 'cause
We do not know, we do not know
To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know
You can catch me
Don't you run, don't you run
If you live another day
In this happy little house
The fire's here to stay
To light the night, to help us grow
To help us grow
It is not said, I always know
Please don't make a fuss, it won't go away
The wonder of it all
The wonder that I made
I am here to stay
I am here to stay
Stay
Usai
alunan lagu, Rii sedikit mengingat ingatannya yang telah lama menghilang. Ia
kini mengetahui nama lengkapnya Riiolaka Iris bertanggal lahir; 22 september
1984, karna memang sekitar 10 tahun yang lalu Rii mengalami sebuah kecelakaan
hebat hingga membuatnya kehilangan kenangan bersama seseorang yang ia lalui
saat itu, saat itu rambutnya sedikit bergelombang dan hampir separuh dari
tinggi badannya. Kini umurnya tengah menginjak usia 29 tahun, berstatus belum
menikah, rambut sebahu berwarna coklat kehitaman, mata yang menyerupai sebuah
batu diamond bening dengan tinggi sekitar
172 cm-an.
***
FLASH BACK---
Herfst. Tahun 1991, 23 september
Tepat
satu hari setelah Rii merayakan hari lahirnya di dunia ini
Aku
berlari kecil meninggalkan rumahku dan setelah sampai di gerbang rumahku aku
memperlambat gerak jalanku berusaha lebih santai, wajar saja Rii meninggalkan
rumahnya, karna merasa sangat tidak nyaman ketika kedua orang tuanya bertanya,
“Rii?
Kok temen kamu yang datang di hari ulang tahunmu hanya teman masa kecilmu?”
selidik mama.
Aku
tercekat ketika mendengar itu dan tak berfikir panjang. Aku langsung berhambur
melewati pintu rumah.
“aku
merasa ini seperti mimpi, aku hanya mengingat bahwa aku baru lahir di dunia
ini. Namun dunia berkata lain. Saat ini aku telah menginjak usia 17 tahun
bersama teman setiaku, Legazi Ricko. Aku sadar selama ini aku tidak memiliki
teman akrab selain Legazi.” Ia hanya menggerutu di dalam hati dan memutar otak,
bagaimana agar banyak teman yang akrab denganku? Jujur saja, Rii adalah seorang
gadis pendiam. Karna sifatnya yang terlalu pemalu dan sulit berkata – kata
untuk membuka sebuah pembicaraan. Rii sedari tadi menggerutu dan menggerutu
hingga akhirnya ia tak sadar telah memijakkan kakinya di perempatan jalan raya
yang terdapat di dekat rumahnya.
“Rii…
awas!!!” teriak suara seorang lelaki, dengan suara keras namun tetap terasa lembut, yah dia adalah
Leaz. Leaz berusaha meraih tanganku, dan hup tubuhku jatuh di pelukannya. Waktu
terasa terhenti ketika Rii menatap matanya yang bulat berwarna emas. Seketika
aku shock, merasakan bibirnya berpagut di bibirku dengan lembut.
“Lega!!!
It’s not true…” Rii melepas bibirnya yang terpagut dengan Lega
“What’s
wrong Rii?” ucap Lega, dengan raut wajah
kecewa
“Tentu
saja ada yang salah!!! Kau mengecup dan merenggut ciuman pertama ku!!!” ucap
Rii, dengan emosi.
“Ta…pi…”
belum sampai ia menjelaskan, namun Rii telah meninggalkannnya di tepi jalan.
Apa
aku terlalu kejam telah meninggalkannya? Apa aku jahat? Ya mungkin saja aku kejam dan jahat. Padahal ia yang
telah menyelamatkan nyawaku setiap aku butuh pertolongannya pasti ia selalu
menolongku? Apa aku menyukainya? Ahhkkk!!! Tidak mungkin!!! Dia adalah sahabatku
sejak aku berusia lima tahun, mungkin aku hanya menganggapnya sebagai
saudaraku. Gerutu Rii sepanjang jalan, hingga tiba di rumahnya.
“Rii!!!
Aku ingin bicara!!!” teriak Lega, tepat di pelataran rumah Rii.
“Tidak!!!
Aku ingin sendiri!!!” teriakku tak mau kalah.
“Baiklah
kalau itu maumu!’ ucap Lega, tak lama siluetnya menghilang perlahan dari pelataran
rumah Rii
Ketika
itu Rii memanggilnya dengan sebutan Lega, bukan seperti saat dirininya memanggil
Legazi Ricko dengan sebutan Leaz.
***
Winter Tahun
1993, 28 februari
Aku
berdiri di sudut pelataran taman VONDELPARK
tepatnya di dekat ligbed berteduhkan
pohon pinus yang tak berdaun, berusia puluhan tahun.
Langit
mulai menghitam, hujan salju perlahan mulai mengguyur seluruh taman bersamaan
dengan tubuhku yang sedang berjalan berusaha menerobos hujan salju.
“Detik
tak dapat kuputar kembali, agar ciuman pertamaku kembali darinya.” Aku memiliki
sebuah pengharapan kepada-Nya. Tak lama setelah menyatakan pengharapanku, aku
melanjutkan perjalan menyusuri jalan raya dengan menerobos hujan salju. Aku tak
dapat melihat dengan jelas karna salju, sekejab tubuhku tertabrak sebuah kereta
kuda dan terlempar jauh ke arah hutan.
Legazi
pov.
“Rii!!!”
aku berteriak sekuat tenaga mencari orang yang kucintai, namun hasilnya nihil. Tak
ada tanda – tanda dari dirinya.
“Padahal
aku sudah mencarinya. Mulai dari rumahnya, toko eskrim, taman VONDELPARK,
sampai ke puncak gunung dekat rumahnya pun sudah ku jelajahi. Tapi kenapa?
Kenapa? Dirinya tak kunjung terlihat.” Gumamku dalam hati.
Daun
– daun dari pepohonan tak lagi menunjukkan hijaunya, namun aku tetap mencari
dia. Berharap dapat menemukannya, aku mulai berlari menyusuri jalan raya yang
mengarah ke pusat kota.
“Rii!!!”
Jeritku, berlari dengan sekuat tenaga. Berharap bahwa orang yang terbaring
lemas di dekat gundukan salju. Namun diri-Nya berkata lain. Rii lah yang
terbaring lemas disana.
Aku
mengangkat tubuhnya yang terbaring, hingga sampai di sebuah rumah sakit di
pusat kota.
***
“Dok!!! Tolong teman saya dok!!!” ucapku penuh lirih.
“Baik
dik.” Ucap dokter itu singkat.
Aku
tau Rii alergi dengan bau obat – obat. Setiap kali dirinya mencium bau obat
kimia jenis apapun, maka dengan mudah dirinya akan tertidur hingga berjam –
jam, bahkan berhari – hari.
“Namun
aku juga tak bisa membiarkannya meninggal akibat benturan keras yang
menyebabkan pendarahan di bagian belakang kepalanya, lebih baik dia kehilangan
ingatannya di bandingkan dirinya harus meninggal.” Gumamku dalam hati.
Aku
meninggalkannya di ruang UGD bersama dengan orang berpakaian serba putih, dan
pergi ke kantin rumah sakit, dan memesan semangkuk sup hangat untuk memulihkan
suhu tubuhku.
2
jam aku menunggunya disini, namun dirinya tak kunjung siuman.
10
jam aku masih berusaha bertahan disebelahnya. Hingga kedua orang tuaku memaki
diriku.
Akhirnya
aku memutuskan untuk segera pulang. Karna orang tuaku.
***
Winter Tahun 1993, 06 Maret
Sejak
kecelakaan itu, setiap hari aku selalu mengunjunginya. Hingga hari ini tepat
pukul 16:27.
“Rii…
Aku datang!” ucapku, dengan nada riang.
Aku
melihatnya tengah siuman, dan terduduk di atas kasur pasien sambil mengenakan
masker tebal untuk menutupi indra penciumannya.
“Syukurlah
Rii… kau sudah siuman.” Ucapku, dan segera berusaha mendekat dan memeluknya.
“Hey!
Siapa kamu, beraninya kau menyentuhku!” ucapnya, seperti tak mengenal diriku
lagi.
Aku
baru sadar ketika aku mengucapkan sebuah permintaan agar dirinya tetap hidup
meski ia kehilangan ingatannya. Oh tuhan!!! Kenapa kau benar – benar melakukan
ini.
***
Back Herfst. Tahun 2013, 22
september
“Yah!!! Aku mulai sedikit mengingat ikatan
antara aku dan Leaz, oh bukan!!! Tapi Lega. Lalu apa yang terjadi? Mengapa aku
hanya mengingatnya sebagian kecil dari dirinya? Dan mengapa aku tak dapat
mengingat semua kejadian antara aku dengan dirinya?” gerutu Rii yang masih
terdiam di puncak gunung yang terdapat di dekat rumahnya
Bulir
air mulai terjatuh dari matanya, dadanya serasa sesak tak tertahan. Ia rasakan
kepalanya seperti hampir mau pecah.
“Legaaaaa!!!”
jerit Rii, dengan penuh pilu. Matanya
mulai terasa berat, Brukk!!! Ia pingsan. Tubuhnya tersungkur di bebatuan puncak
gunung.
***
Legazi
pov.
Perasaan
apa ini? Aku merasa Rii sedang kesakitan. Ada apa ini? Aku tak tahu apa yang
terjadi, aku seperti merasa di panggil dari gunung?
“Baiklah
aku akan ke puncak gunung, dimana saat dulu Rii dan aku menghabiskan waktu
bersama ketika aku dan dia merasa bimbang dan kacau.” Gerutu Lega.
***
Aku
terdiam menatapnya tergeletak di bebatuan puncak gunung, dekat dengan jurang
terjal disebelahnya.
Tak
lama setelah aku terdiam kurang lebih 20 menit disisi sebelum sampai di puncak
gunung, aku berlari dan menggapai tubuhnya.
“Rii!!!
Bangun Rii!!!” ucapku, setengah berteriak.
“Rii!!!”
pekikku, penuh pilu.
Ku
guncang – guncang tubuhnya karna kalut, tak tau harus berbuat apa. Aku
mengguncangnya berkali – kali perlahan, lama – lama makin kuat. Sekitar 43
menit telah berlalu, aku melihat jemarinya bergerak, aku menghentikan
guncanganku.
“Rii…”
ucapku, memeluk erat tubuhnya.
“Rii,
apa kau baik – baik saja?” ucapku lagi
Matanya
perlahan mulai terbuka, Tak sadar air mataku pun terjatuh di atas pelipisnya.
“A…
ku… ngga apa - apa kok Leaz, uhmm… maksudku Lega.” Ucap Rii, sambil memegangi
pelipisnya karna terasa basah dan sedikit pusing.
“Apa???
Apa kau mengingatku kembali?” ucapku, disertai air mata dan senyuman tipis
karna terharu.
“Yah…
namun aku hanya bisa mengingat sebagian kecil dari dirimu.” Ucapnya, sambil
berusaha duduk di atas bebatuan.
“Tak
apa Rii… aku sudah senang meskipun kau hanya mengingat sebagian kecil dari
diriku.” Ucapku sambil menahan air mataku.
“Ayo…
kita pulang, udara malam hari tak bagus untukmu Rii.” Ucapku. Sambil
menggendongnya menuruni jalan setapak yang terdapat di areal gunung itu.
“Iya,
Lega terimakasih.” Ucapnya singkat
***
Aku
hanya menyebrang dengan perlahan tanpa memperhatikan jalan raya yang sedang
ramai lalu lalang kendaraan, Tiiiiin!!! Tiiiin!!! Tiiin!!! Suara mobil
mengklakson, namun aku tak mendengarnya.
Braaak!!!
Setelah itu aku tak ingat apa pun. Namun aku merasa banyak cairan yang mengalir
dari sekujur tubuhku. Dengan tanganku yang masih menggenggam tubuh seorang
gadis, bernama Riiolaka Iris. Hanya itu yang ku ingat.
***
Riiolaka
Iris pov.
Mungkin
aku tak akan bertahan lama, karna sebenarnya aku memiliki alergi obat – obatan
dari rumah sakit. Namun aku tak dapat menyatakan apa yang ingin kukatakan.
Semua tubuhku serasa terbius tak dapat kugerakkan.
“Suster!!!
Cepat kita tangani anak ini!!!” ucap dokter.
“Baik
dok!”
Dengan
sigap seluruh perawat dan dokter yang menanganiku berusaha untuk menghentikan
pendarahan yang bersarang di bagian pelipisku. Sekitar 2 jam telah terlewati,
namun tanda – tanda kehidupan tak kunjung datang dari tubuhku yang lemah ini.
Apa
yang terjadi? Lega dimana? Aku tak dapat membuka mataku, aku hanya bisa mendengar
keributan dari luar kepalaku.
ECG (electro cardio graph) sebuah mesin yang
digunakan sebagai pengukur detak jantung Tiiiiiiiiit!!!
Tiiiiiitt!!! Menandakan bahwa aku telah tiada. Meski aku dinyatakan telah
tiada, aku masih bisa meneteskan air mata dari jasadku. Arwahku seperti
tersangkut di jasadku.
“Dok!!!
Dia telah tiada, namun dia mengeluarkan air mata?” ucap seorang perawat.
“Apa?
Tidak mungkin! Sepertinya kamu hanya berhayal.” Ucap dokter itu, dan berlalu
meninggalkan ruang VIP yang merawat tubuhku.
Aku
seperti hidup, namun seperti meninggal pula. Aku benar – benar bingung, tapi
yang kutahu saat ini aku tak merasa lapar sedikit pun.
***
Legazi
Ricko pov.
Kepalaku
terasa seperti hancur berkeping – keeping. Aku menatap ke sekelilingku. Apa ini
rumah sakit? Biasanya banyak bau obat, atau semacamnya. Namun mengapa aku tak
dapat mencium bau apapun.
Aku
melihat tubuhku tertidur lemas di atas kasur pasien. Apa? Bagaimana bisa?
Dengan segenap kepercayaan bahwa ini hanyalah mimpi, aku memejamkan mata dan
memukul wajahku dengan sekuat tenaga. Namun seperti mati rasa saja, aku tak
dapat merasakan sakit, semuanya sia – sia.
“Mungkin
ini hanya mimpi,” pikirku.
Ketika
ingin kucoba menyentuh tubuhku, aku tak dapat menggapainya tubuhku terasa
menjauh dariku. Aku berlari sekuat tenaga dan akhirnya aku menggapainya.
“Sia
– sia saja kau menyentuh tubuhmu!!!” ucap anak kecil dari ujung lorong.
“Kenapa
sia – sia?” ucapku terheran.
“tentu
saja, karna kau sudah tiada.” Ucap anak itu.
“Aku
tak percaya itu!!!” ucapku parau.
“silahkan
kau coba!” ucap anak itu, menantang.
Wushh…
Wushhh semua sia – sia ternyata anak itu benar, aku ingin menyentuhnya namun
tak dapat kusentuh, malah melewatinya. Apa pun yang kusentuh hanya terlewati
begitu saja.
“Hey!!
Cepat tolong kekasihmu!!” ucap anak itu.
“Haa?
Kekasihku? Siapa?” ucapku, kebingungan.
Tentu
saja, Rii!!! Pikirku. Mungkin anak ini mengira bahwa Rii adalah kekasihku. Aku
berlari melewati pintu. Aku terpanah ketika menembus pintu ruang UGD, aku
menatap diriku lekat – lekat, tak percaya dengan yang terjadi.
“Dimana
kamu Rii?” Tanyaku, pada diri sendiri.
Jelas
saja aku bertanya pada diri sendiri, karna mungkin semua orang tak dapat
mendengarku.
“Hey
dia di sebelah ruanganmu.” Ucap anak itu, sambil menunjuk ruangan VIP di
sebelah ruanganku.
Aku
berlari dan menembus pintu itu, kutatap tubuhnya terbaring lemas seperti
diriku.
“Rii
sadarlah!!!, aku ingin melihatmu hidup!!!” ucapku.
Tiiiiiit,
suara itu terdengar dari ECG miliknya. Berarti dia meninggal! Pikirku.
“Rii
kumohon sadarlah!!! Dimanapun kau berada aku akan senang jika melihatmu. Jujur
aku sesungguhnya mencintaimu.” Ucapku, dengan rasa pilu. Aku ingin menangis
namun tak bisa!!! Aku ingin memeluknya pun tak bisa!!! Apa yang harus
kulakukan?
“Tenanglah!!!
Kau hanya perlu mengecup keningnya, dan ia akan selamat dari pernyataan
meninggal.” Ucap anak itu
Aku
gapai tubuhnya sekali lagi, tersentuh! Segera kupeluk tubuhnya. Dan kukecup
keningnya dengan lembut.
Tit,
tit. Kini bukan suara panjang lagi yang memekakan telinga, namun suara tanda
detak jantungnya yang kembali berdetak.
***
Riioka
Iris pov.
Aku
masih terbaring lemas di atas kasur pasien, namun kali ini aku dapat membuka
mataku secara perlahan.
“Dok!!!
Dia terbangun!!! Ya dok dia terbangun lagi.” Ucap seorang perawat.
“Apa?
Tidak mungkin!!! Itu mustahil!!!” ucap dokter itu.
“Tapi
ini nyata dok, lihatlah. Matanya terbuka.” Ucap perawat yang lain.
“Astaga,
ini benar – benar keajaiban!” ucap dokter itu dengan senang hati.
***
Setelah
2 hari berlalu, aku dinyatakan pulih sepenuhnya, aku perhatikan seluruh ruangan
dan kudapati sosok Lega.
“Lega?
Kamu baik – baik saja?” ucapku, sedikit tenang.
“Tidak
Rii… aku telah tiada.” Ucapnya, hampir seperti berbisik.
“Ahk!!!
Ngga mungkin, buktinya kamu di sebelah aku Lega!” ucapku, setengah berteriak.
“Kamu
tak percaya? Peganglah tanganku.” Ucapnya singkat. Aku
berusaha memegang telapak tangannya, namun aku hanya melewatinya tanpa
tersentuh sedikitpun.
“Apa
yang terjadi?” ucapku, terisak.
“Kita
mengalami kecelakaan dan aku lah yang meninggal, sedangkan kau selamat. Namun
aku bahagia jika kau selamat.” Ucapnya, meyakinkanku.
“Tapi
kenapa harus seperti ini?” ucapku, dengan isakan tangis.
“Tak
apa Rii, lanjutkan hidupmu. Lupakan tentang diriku.” Ucapnya.
“Ngga!!!
Ngga!!! Ngga mungkin!!!” ucapku parau.
Seluruh
orang berpakaian putih mengitariku dan membius tubuhku, hingga aku tak sadarkan
diri sepenuhnya.
***
Epilog
Author
pov.
Setelah
7 hari berlalu.
“Ny.Rii
ini adalah makam dari Tn. Lega.” Ucap seorang penjaga makam.
“Terimakasih,
pak.” Ucap Rii singkat
Rii
hanya meratapi segala yang terjadi. ia menyesali semuanya. Ia menyesal karna dirinya
tak pernah menerima cinta Lega, ketika dirinya telah tiada Rii baru sadar bahwa
ia benar – benar menyangi, dan mencintainya. Namun waktu tak dapat diputar
kembali. Inilah yang terjadi, ketika ia tak mampu percaya bahwa dia telah tiada
di dunia ini lagi.
“Legaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!”
jeritku memenuhi seluruh makam.
Dan
seketika aku tertidur di sebelah nisannya.
“Cukup
Rii, kau tak perlu menyesali apapun yang telah terjadi.” Sebuah suara terdengar
dari cahaya dan mulai mendekati Rii
“Aku
tahu kau pasti datang Lega, aku ingin kau kembali!” Ucap Rii, disertai isak
tangis.
“Sudahlah,
ikhlaskan aku pergi.” Ucap cahaya itu.
“Baiklah,
aku akan mencobanya.” Ucap Rii.
Setelah
kejadian itu, Rii tak pernah berkunjung ke pemakaman umum dimana Lega telah di
semayamkan. Kini Rii hanya menangis disela hari harinya, ketika ia mengingat
Lega yang selalu ada di setiap waktu, ketika ia benar – benar membutuhkannya.
Saat
ini semuanya hanyalah seperti mimpi, namun hidup Rii harus tetap berjalan meski
pilu yang di rasanya amat sakit.